A. Latar Belakang
Observatorium Bosscha memiliki peran penting dalam beberapa hal. Pertama, dari segi ilmu pengetahuan, berperan sebagai salah satu observatorium yang mengumpulkan data perihal benda-benda langit di belahan bumi selatan. Kedua, kedudukannya di Lembang direncanakan secara matang, terkait dengan bentang alam yang mendukung dan keberadaan Institut Teknologi Bandung di Kota Bandung, yang merupakan insitusi pendidikan tinggi sebagai pengelola observatorium. Ketiga, observatorium Bosscha memiliki makna sejarah yang berharga bagi bangsa Indonesia yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional melalui peraturan perundangan (salah satunya adalah UU No. 5/ 1990 tentang Benda Cagar Budaya dan PP No. 10/ 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Benda Cagar Budaya).
Dalam tahap pengembangan selanjutnya, observatorium Bosscha akan dijadikan sebagai Space Science Center (SSC). Pengembangan SSC diharapkan mampu mendorong pemanfaatan observatorium secara lebih optimal dan mendukung penumbuhan minat terhadap ilmu pengetahuan di kalangan masyarakat luas. Dalam tahap pengembangannya, proses ini membutuhkan kesepakatan dengan bebagai pihak di lingkungan ITB sendiri, maupun degan pihak tetangga Bosscha. Dengan demikian, dibutuhkan gagasan yang disepakati bersama dalam perencanaan SSC ke depan.
Dicermati dalam konteks lingkungan eksternalnya, observatorium Bosscha berada di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang berfungsi sebagai kawasan resapan air, seharusnya dapat merupakan suatu keuntungan. Dengan adanya pengendalian perkembangan di KBU, yaitu melalui berbagai perangkat kebijakan, observatorium Bosscha seharusnya turut terlindungi fungsinya. Pada dasarnya, pengembangan KBU memang harus dikendalikan, bukan untuk kepentingan observatorium Bosscha semata, melainkan Kawasan Lembang secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa Obs. Bosscha (atau ITB sebagai pengelola) bukan satu-satunya pihak yang berkepentingan terhadap kelestarian fungsi kawasan.
Pada saat ini, pertumbuhan kegiatan yang pesat di Kawasan Lembang telah menimbulkan alih fungsi lahan yang intensif. Kegiatan permukiman semakin mendekat ke areal observatorium yang menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar. Disamping itu, perkembangan berlangsung kurang terkendali; dan sampai saat ini belum ada pengaturan yang memiliki ketetapan hukum perihal pengembangan lahan di sekitar observatorium Infrastruktur yang dibangun lebih diupayakan untuk mendukung keberadaan permukiman, yang jelas meningkatkan ancaman terhadap fungsi observatorium maupun konservasi (misalnya: dengan meningkatnya potensi run-off di Cekungan Bandung).
Peningkatan polusi udara oleh emisi kendaraan bermotor dan pembakaran sampah, polusi cahaya oleh kegiatan permukiman (lampu penerangan rumah), polusi cahaya oleh lampu kendaraan dan billboard komersial, dan polusi getaran oleh lalu lintas kendaraan merupakan beberapa ancaman terhadap fungsi observatorium. Selain itu, fungsi kawasan sebagai kawasan cagar budaya dan sebagai kawasan konservasi seharusnya ditegakkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa penetapan sebagai cagar budaya tidak serta merta menyelesaikan persoalan yang mengganggu kelestarian fungsi cagar budaya maupun konservasi kawasan.
Selain kegiatan bermukim, kegiatan lain yang berkembang pesat di Kawasan Lembang adalah pariwisata. Belum jelasnya konsep pengembangan pariwisata yang sesuai bagi kawasan observatorium dan sekitarnya diperkirakan turut memberikan andil terhadap gangguan fungsi observatorium. Tekanan yang besar muncul dari pengembang swasta yang melihat peluang keuntungan dari pengembangan kawasan di sekitar observatorium sebagai lokasi wisata. Sementara itu, pemerintah daerah ditantang untuk segera mengambil keputusan apakah pembangunan fisik untuk berbagai jenis kegiatan prospektif (dalam hal ini pariwisata), selain konservasi alam maupun cagar budaya, bisa diterima atau tidak. Diperlukan suatu arahan pengembangan kawasan yang memperhatikan kelestarian fungsi observatorium. Pemerintah Daerah, nampaknya mengambangkan keputusan dengan menempatkan ITB sebagai pihak yang berkepentingan dan berkeberatan atas pembangunan kawasan di sekitar Obs. Bosscha tersebut. Bahkan masyarakat konon sudah mulai mempertanyakan atas sikap ITB yang diaggap juga menghambat peluang masyarakat, yang melihat pembangunan sebagai sesuatu yang menguntungkan masyarakat sekitar.
Salah satu gagasan awal yang muncul yang terkait dengan lingkungan eksternal Obs. Bosscha adalah pengembangan kawasan wisata yang memperhatikan kelestarian lingkungan alami (ekowisata). Konsep awal ini diyakini dapat mengurangi perubahan bentang alam yang kian mengancam keberadaan dan fungsi observatorium maupun fungsi kawasan sebagai kawasan konservasi. Dalam prosesnya, masyarakat merupakan komponen yang perlu didengarkan pendapatnya. Dalam kenyataannya, masyarakat turut memiliki andil terhadap perubahan bentang alam, terutama bagi kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah lahan yang dimiliki. Pengaturan yang sifatnya melarang kegiatan di sekitar observatorium menutup peluang bagi pengembangan ekonomi masyarakat lokal yang merupakan komponen penting dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi (protected area).
B. Sejarah Bosscha
Nama Bosscha diambil dari seorang astronom Belanda Karel Albert Rudolf Bosscha yang menyumbangkan ide serta bantuan biaya pembelian teropong besar. Bosscha mempelopori ide pembangunan observatorium dengan dibentuknya Nederlandch Indische Sterrenkundige Vereeniging (Perhimpunan Ilmu Astronomi Hindia Belanda). Tahun 1922 dimulai pembangunan konstruksi observatorium dan tahun 1923 pembangunan itu rampung. Setelah sekian lama menanti, akhirnya tanggal 10 Januari 1928 teleskop double refraktor Zeiss buatan Jerman tiba di Indonesia dengan 27 buah peti kemas besar diturunkan dari kapal Kertosono milik Rotterdamsche Lloyd.
Mr Bosscha meninggal beberapa bulan setelah instalasi teleskop Zeiss selesai. Sebagai kenangan atas jasa beliau, observatorium tersebut dinamakan Observatorium Bosscha.
ada beberapa teropong yang berada di bangunan bosscha, namun Teleskop Zeiss dengan berat 17 ton ini merupakan teleskop yang mempunyai titik api paling panjang, oleh karenanya memiliki kemampuan mengamati obyek langit secara detil. Selain itu teleskop ini terdiri dari 2 teleskop utama dan 1 teleskop pencari (finder)
Bosscha berdiri Sebagai tempat pengamatan benda langit dan seiring dengan perkembangan astronomi dan masyarakat Indonesia. Karena sudah sejak jaman baheula masyarakat kita mengamati langit sebagai bagian dari kebutuhan dan kebudayaan. Seperti kepentingan pertanian (waktu bercocok tanam, saat panen), petunjuk arah, petunjuk waktu, system penanggalan dan juga ritual keagamaan.
Kala itu Lembang merupakan tempat yang tenang (jauh dari keramaian kota), udara yang sejuk, memiliki pemandangan ke Timur, Barat dan Selatan dengan lepas serta ketinggian tempat 1300 M diatas permukaan laut. Di sinilah tempat yang cocok untuk pengamatan benda-benda langit karena intensitas populasi cahaya bumi yang sedikit.
C. System Operasional Teleskop Utama
Bangunan berkubah tempat teleskop bernaung memiliki sebuah jendela yang dapat dibuka dan dapat diputar ke segala penjuru arah, sehingga obyek langit yang berada di seluruh sektor azimut dapat dijangkau oleh teleskop ini. Lantai teleskop pun dapat dinaik turunkan yang berfungsi untuk memudahkan pengamatan benda langit, bila benda langit rendah maka lantai teropong dinaikkan, begitu sebaliknya.
D. Lokasi Bosscha
Observatorium Bosscha terletak di desa lembang, bandung, Jawa barat. Tepatnya pada 6°49′28.02” LS dan 107°36′55.86” BT, 4265 di atas permukaan air laut data menurut pada google eart, tempat yang bagus untuk mengamati benda-benda langit dengan ketinggiannya.
E. Fasilitas Bosscha
Fasiltas di Observatorium Bosscha terdiri dari:
1. Teropong Utama
Refraktor Ganda Zeiss 60 cm, Refraktor Bamberg 37 cm, Teleskop Schmidt Bimasakti, Teleskop Cassegrain GOTO 45 cm, Refraktor Unitron, dan Reflektor GAO-ITB-RTS. Teropong-teropong ini telah dimodernisasi dengan penggunaan detektor-detektor moderen menggunakan teknologi digital.
Terdapat sebuah bengkel yang digunakan untuk perawatan instrumen dan pembuatan asesoris teleskop.
2. Instrumen/Detektor
Sejak awal tahun 1990-an teknologi detektor CCD mulai digunakan di Observatorium Bosscha, menggantikan sistem detektor plat fotografi.
Selain itu, alat ukur lama, misalnya Pengukur koordinat Leitz, Blink Comparator (Zeiss), Mikrodensitometer, Astrophotometer Eichner, dan peralatan lainnya masih ada dan dapat digunakan untuk analisis data dari fotografi.
3. Perpustakaan
Observatorium Bosscha juga dilengkapi dengan sebuah perpustakaan yang cukup lengkap dan up-to-date. Beberapa jurnal dan majalah ilmiah standar seperti The Astrophysical Journal, Astronomy & Astrophysics, Monthly Notices of The Royal Astronomical Society, Nature, dan lain-lain tersedia di perpustakaan ini. Koleksi prosedings IAU, katalog bintang, almanak, serta buku-buku teks tersedia untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
4. Jaringan Komputer
Jaringan komputer dan sambungan ke internet disediakan sejak akhir tahun 1990-an. Saat ini, backbone jaringan di Observatorium Bosscha telah menggunakan serat optik, namun sambungan ke ITB masih menggunakan wireless radio link.
5. Ruang Kuliah
Ruang kuliah disediakan dan menyatu dengan ruang baca perpustakaan. Selain digunakan untuk kuliah, ruang ini juga dipakai untuk tempat rapat- dan pelatihan-pelatihan. Akses internet menggunakan hotspot tersedia di ruangan ini.
6. Ruang Ceramah
Ruang Ceramah disediakan terutama untuk ceramah kunjungan publik. Kapasitas ruangan ini adalah 90 orang dan dilengkapi dengan sarana audio-visual/multimedia. Ruangan ini juga digunakan untuk keperluan kuliah/rapat dan pelatihan-pelatihan. Ruangan ini dibangun pada tahun 1934 dan sejak awal ditujukan untuk layanan informasi publik.
7. Wisma Kerkhoven
Wisma Kerkhoven merupakan sarana baru di Observatorium Bosscha, sebagai sebuah sarana Faculty House. Sarana baru ini diresmikan penggunaannya oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dr. Kusmayanto Kadiman, tanggal 15 Desember 2007 yang lalu, didampingi oleh Rektor ITB. Wisma Kerkhoven dulunya adalah kediaman resmi Direktur Observatorium Bosscha, dan kini digunakan sebagai tempat lokakarya, pertemuan ilmiah/seminar/kolokium, atau tempat meeting terbatas. Terdapat sebuah museum mini di Wisma Kerkhoven untuk menyimpan barang-barang/peralatan/dokumen perpustakaan Observatorium Bosscha yang mempunyai nilai historis.
F. Animasi Benda Lagit (pengamatan)
Bosscha selalu melakukan kegiatan-kegitan astronomi amupun benda-benda langit, di bosscha terdapat suatu fasilitas yang untuk mengamati berbagai animasi secara digital, bertujuan untuk memudahkan dalam pengamatan, perhitungan, serta berbagai aplikasi yang berhubungan dengan keastronomian seperti penentuan awal bulan, waktu sholat dan juga gerhana baik matahari maupun bulan.
Galaksi M77
Citra fragmen C dari Komet 73/P Scwassmann-Wachmann 3 diamati menggunakan teleskop Celestron 8’ Mei 2006.
Citra planet Mars diamati menggunakan Teleskop Zeiss 60cm. Selama Juli-Agustus 2006 masih beredar isu keliru, melalui internet , bahwa Mars akan tampak sebesar bulan.
Gerhana bulan sebagian terjadi tanggal 7 September 2006. Citra ini, hasil pemotretan menggunakan Teleskop Unitron dan Kamera Nikon D70, merupakan karya para mahasiswa Astronomi dipandu H. Setyanto.
Nebula Orion dipotret tanggal 18 November 2006, hasil karya para mahasiswa peserta Kuliah Laboratorium Astronomi Dasar I, dibimbing oleh Budi Dermawan. Citra ini diperoleh dengan menggunakan Teleskop IAO Celestron 8’ dan CCD ST9XME, hasil penggabungan dari beberapa frame dengan medan pandang seluas 17’ X 17’.
Nebula Lagoon (M8), dipotret tanggal 2 – 3 Agustus 2007 di Observatorium Bosscha, oleh Denny Mandey. Citra ini diperoleh dengan menggunakan Teleskop Celestron Nexstar8 GPS 8’ f/10 (IAO) dan dengan detektor CCD ST-9XE. Filter yang digunakan adalah RGB dan diambil masing-masing 10 frame. Tiap frame dibuat dengan waktu eksposur 30 detik. Perangkat lunak yang digunakan adalahCCDops untuk pengambilan citra dan IRIS untuk pengolahan citra.
Gerhana Bulan Penumbra 9 Februari 2009
Pengamat : Hendro Styanto
Teleskop : Refraktor 80mm (f/100)
Detektor : Canon EOS 100D
Fenomena : Gerhana Bulan Penumbra
Tanggal : 9 Februari 2009
Lokasi : Observatorium Bosscha - Lembang
Gerhana Bulan Sebagian 17 Agustus 2008 pukul 01:30 – 05:30 WIB
Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Pada 26 Januari 2009 terjadi Gerhana Matahari Cincin (GMC) di Indonesia mulai sekitar pukul 15 hingga 18 WIB. Pusat gerhana melintasi daerah Lampung, Bangka-Belitung, Kalimantan Barat-Tengah-Timur, dan Sulawesi Tengah bagian utara. Bagian Indonesia lainnya akan mengalami gerhana sebagian.
Peristiwa ini disebut Gerhana Matahari Cincin (GMC) karena piringan Matahari tidak akan sepenuhnya tertutup oleh bayang-bayang Bulan, sehingga pada wilayah yang dilewati GMC, Matahari akan tampak seperti cincin. Pada momen GMC 26 Januari 2009 ini, bayang-bayang utama (umbra) Bulan yang jatuh di permukaan Bumi hanya selebar 280 km, sehingga tidak seluruh tempat berkesempatan untuk menyaksikan fase cincin. Momen puncak gerhana sendiri hanya berlangsung kurang dari 8 menit.
G. Pendukung Penelitian ( alat-alat )
Dalam penelitian macam-macam pendukung sangat diperlukan, baik penelitian tentang astronomi maupun yang lainnya, dalam berbagai penelitian semisal penentuan awal bulan, awal waktu sholat dan juga penghitungan gerhana baik gerhana mataharai maupun gerhana bulan.
Macam macam pendukung tentang astronomi banyak di butuhkan untuk menghasilkan sebuah hasil dari sebuah penelitian ataupun pengamatan. Ada banyak banyak metode, bentuk dan system pendukung dalam sebuah penelitian, semisal software komputer, alat-alat ukur atau alat peraga. Dan yang lainnya, yang sangat menarik adalah software pengamatan benda langit, tidak perlu repot untuk selalu datang ke bosscha untuk melihat benda langit disini kita seakan menghadirkan teleskop digital yang bisa melihat benda langit pastinya menggunakan perangkat komputer .
macam-macam pendukung diantaranya adalah :
Teleskop
berguna umtuk mengamati atau melihat benda-benda langit secara langsung, juga di gunakan pada waktu rukyat agar lebih mudah untuk melihat penentuan awal bulan menurut bulan hijriah yang mengikuti pada peredaran bulan.
Refracting Telescope
10 x 30 finder scope
Microsoft Worldwide Telescope
Software ini merupakan Software ShareWare ( gratisan ), dan bisa di dapatkan pada web www.worldwidetelescope.org di sini di sediakan fasilitas berupa planetarium virtual, ada pula yang memberikan kemudahan untuk menghitung pergerakan benda langit. Sejumlah aplikasi juga menawarkan tampilan 3D yang menyenangkan untuk dilihat, dal lainnya. Software ini termasuk software kapasitas besar karena software ini membutuhkan berbagai perangkat lunak lainnya yag tidak sedikit, Worldwide telescope membutuhkan Microsoft Windows XP SP2/Vista, prosesor Intel Core 2 Duo 2GHz, memori RAM 1GB, kartu grafis 128MB, ruang hard disk 1GB, Microsoft DirectX versi 9.0c, dan .NET Framework 2.0.
Contoh gambar aplikasi
Google Earth / Google Moon
Software ini juga merupakan shareware (gratisan) yang di sediakan oleh google untuk menjelajah suatu daerah, google eart di fasilitasi dengan gambar 3dimensi yang lebih menarik (khusus daerah perkotaan besar), gambar jalan untuk memudahkan dalam perjalanan, dll. Aplikasi ini bisa di download pada alamat http://earth.google.com/ . dengan software ini bisa menentukan lintang tempat pada suatu daerah dengan tepat juga dengan ketinggiannya dari permukaan air laut. Google juga menyediakan jelajah bulan dengan aplikasi web online pada www.google.com/moon di sini bisa menjelajah bulan dengan di sediakannya fasilitas dari google yang mengambil data dari NASA.
Screen Shot Google Earth
juga masih banyak apilkasi aplikasi lainnya yang sangat mendukukng dalam per astronomian di antaranya :
Adastra, 3D Space Tour screensavers, Alcyone Ephemeris, AstroCalculator, AstroGrav, AstroSnap and AstroSnap Pro, Celestia , CNebulax, Coeli-Stella 2000, CoolSky, Cybersky, Encyclopedia Galactica, Hallo Nothern Sky, Sky Atlas, Solar System 3D Simulator, Stellaris, Stellarium, Winstars, Xephem dan lainnya masih banyak lagi.
F. Penutup
Observatorium bosscha sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu astronomi di Indonesia selalu menyediakan dan memberikan fasilitas demi disiplin ilmu dan kemajuan pengetahuan dalam bidang astronomi.
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan laporan ini. Pertama kepada Allah SWT. Keluarga yang telah banyak mendukung, Fakultas yang mengadakannya, Observatorium Bosscha beserta kubu pendukung lainnya juga para rekan-rekan seperjalanan.
0 komentar:
Posting Komentar